Ikhlas untuk masa lalu


Lola memeluk sahabatnya itu yang sedari tadi matanya berkaca-kaca. Benar saja, tangisannya tiba-tiba pecah. Ia kini mendengar dengan jelas isak tangis Reya. Saat itu hanya sebuah pelukan dari seorang sahabat yang Reya butuhkan untuk memberinya ketenangan. Lola hanya bisa mengelus punggung Reya.
Kalau ia bicara pun Reya belum tentu bisa menanggapi.

"Kamu harus kuat. Reya yang aku kenal itu wanita kuat" kata Lola pelan setelah beberapa saat.
Dia membalasnya dengan tangisan yang lebih keras. Beban yang barangkali tak tertahankan.
"Menangislah, kalau itu membuat kamu lebih lega. ayo..."
Lola sebenarnya ingin rasanya menangis juga. Tapi ia tahan.

Setelah Reya tenang dan mulai mereda, Ia meraih lengan Reya untuk duduk di sofa disamping mereka.Pandangan Reya seperti kosong. Sisa isakan masih sesekali terdengar.

"Maafkan aku telah menyusahkan kamu"
"Susah apa sih, kamu kayak kenal aku baru kemarin aja."
"Makasih ya , La."
"Saat-saat kayak gini, aku yang paling tahu suasana hati dan emosi kamu Ya..."
"Iya. dan aku harus datang ke kamu untuk menentramkan hati aku"
"Kamu ingat kan? ketika kita pernah mendaki gunung sama-sama, kita di ketinggian. Walau belum berada di puncaknya. Saat itu kita melihat dari atas sesuatu yang indahnya tak terkira dibawah. Mengagumi betapa Tuhan itu pencipta yang sangat sempurna dan luar biasa. Dan kamu bilang, "Kadang rasa mencintai dan mengagumi itu ada ketika kita bisa menikmati dan benar-benar merasakannya apa yang ada di depan mata kita"

"Ya. Lalu kamu menambahkan "Ketika dia tidak ada, hilang dari pandangan, kita seperti susah bahkan lupa untuk mencintai, mengagumi dan merasakan yang sama lagi.Kadang hanya cukup jadi kenangan, jadi memori saja" Reya menyeka air mata yang masih tersisa di matanya.
"Hidup ada yang seperti itu. Kadang ia tak bermukim di ingatan karena hal lain yang membuatnya begitu."

"Aku tahu kamu bukanlah orang yang melankolis, tapi kamu juga manusia seperti aku.Kita tertawa lepas bersama di gunung itu bersama teman-teman lain. Dan saat ini lihatlah, kamu adalah seperti sosok yang telah membanjiri ruangan ini."

Reya tersenyum."Ia telah jadi memori La. Perjalanan hidup aku dan pilihan Dia sudah nyata adanya. Dan aku sangat ingin meresapi dalam-dalam dihati bahwa inilah yang terbaik.Aku bisa kan?"

"Mungkin memori itu yang akan membuat kamu tidak bisa, tapi keikhlasan hati seorang Reya akan membuatnya bisa."

'Nih Aku berani kok membuka dan membaca isi nya." Reya membuka sebuah amplop yang ternyata sebuah undangan, membaca isinya dengan suara.

"Menikah, Robby Alamsyah Talaat dengan Maya Diana Sari. Ah mereka berdua memang serasi."

"Ahh Reya sudah kembali..." Lola tersenyum bahagia.Dalam proses dan perjalanannya Robby adalah histori buat hidup kamu. "Mau datang?"

"Oh tentu" Reya menyobek undangan itu menjadi kepingan. Tiba-tiba sesuatu tempak lebih cerah dan terbuka bagi Reya.

Kedua sahabat itu berangkulan bahagia dan kali ini tanpa isak tangis Reya.

0 komentar:

Post a Comment