Menjiwai Berkah


Aku sesaat memandangi lekat-lekat anak kecil itu. Hendak aku membuka mulut dan bilang
"Dik ayo kesini" tapi urung kulakukan. Memang tidak sepantasnya anak seusia dia menjadi pengemis. Meminta-minta dari satu orang ke orang lainnya.

Anak kecil itu seperti kecewa ada beberapa orang yang cuek saja tak memberinya
uang. Mungkin mereka berfikir itu tidak mendidik dan akan semakin mewabahkan pengemis-pengemis cilik. Dan aku yakin mereka bukan tidak kasihan.Anak kecil itu mengemis dimaksud untuk 'menjual' rasa iba kepada orang-orang.

Ia bersandar pada tiang listrik agak dibelokan jalan.
"Dapat berapa hari ini?" Akhirnya keluar juga rangkaian kata dari mulutku.
Anak itu tak menjawab, dia hanya menatap.
"Ini sudah hampir magrib kok nggak pulang?"
"Anak seusia kamu nggak boleh berkeliaran di jalan-jalan lho." Eh, dia malah menyodorkan wadahplastiknya, berharap. "om kasian om, buat makan" dia malah mengiba pula.

"Oke nih ada lima ribu, tapi kamu harus pulang setelah saya beri."
Dia tak bergeming, memang dia membutuhkan aksi sepertinya. Aku masukkan lima ribu perak ke wadah plastiknya.

"Terima kasih, om. Baru segini." katanya kemudian setelah merogoh uang dari saku celananya yang lusuh.
"Banyak juga ya. orang tua adik nggak mencari uang buat kamu?"
Dia menggeleng.
"Bisa menghitung uang?"
Dia berjongkok, menghitung 'pendapatannya'. yang koin dia pisahkan dari uang kertas.

"Dua puluh dua ribu. sama lima ribu ini jadi dua puluh tujuh ribu"
Hmm, dia bisa menghitung uang. "Kamu bisa hitung itu, belajar dari mana?"
"Diajarin ibu"
"Lima tambah lima berapa?"
"Nggak tahu"
"Ini apa bacanya?" kataku menunjuk tulisan 'bank indonesia' pada salah satu uang kertas.
"Nggak tahu"
"Ya sudah kamu pulang sana, pasti sudah ditunggu."
"Makasih ya om."
"Rumahmu dimana?"
Jari tangannya menunjuk ke belakang
"Jauh nggak?"
Dia menggeleng lalu bangkit dan berjalan pelan ke arah belokan jalan. Sedari tadi wajah kumalnya tanpa ekspresi.

Banyak anak seperti dia yang 'dilepas' ke jalan. Dan bahkan oleh orang tuanya sendiri. Tanggung jawab seorang dewasa yang harusnya tak dia lakukan. Orang dewasa pun bukan dengan cara meminta-minta. Tapi itulah realita hidup.Selama ada orang yang berbaik hati mereka pasti bisa kita temukan di jalan-jalan.

Apakah aku akan menemui anak itu lagi esok kalau melintasi jalan ini lagi,entahlah. Aku berharap anak kecil itu mendapat pelajaran rasa bersyukur dari orang tuanya. Dan menyadari bahwa cara yang mereka lakukan terhadap dia adalah tidak benar. Aku berbelok melanjutkan langkah yang telah tersita tadi. Hebat hidup ini, selalu ada hal -hal baru yang bisa kita pelajari setiap hari.
Ada yang berlawanan dalam keadaan kehidupan. Disitulah rasa syukur itu harus bergulir setiap hari. Melihat apa yang ada disekililing dan menyadari ada kehidupan yang baik yang kita punya dibandingkan dengan mereka yang kurang beruntung.
Seperti ungkapan yang barangkali klise 'selalu ada langit diatas langit'. Ada berkah yang selalu dikucurkan Tuhan setiap hari walau kadang kita kadang tak terlalu bisa dan tiak merasa puas menjiwai berkah itu, malah merasakan belum cukup, belum ada.

"Taxi...!" kulambaikan tangan memanggil taxi. Ingin rasanya segera pulang memeluk anak istriku erat-erat.

0 komentar:

Post a Comment