Dalam cinta ada do'a


Binar matahari sore sudah mulai tampak kemerahan, bersiaplah Umar kecil untuk pergi ke masjid dekat rumahnya. Mengenakan peci kesayangannya dan kain sarung yang agak kumal. Langkahnya berpacu dengan suara adzan petang itu.Dari sudut jendela, aku tertegun melihat anak semata wayangku. Dia amat riang mendengar panggilan Allah itu.

"Hai, Umarku cepatlah. Jangan sampai kau telat shalat maghribnya!" teriakku dari balik jendela.
"Iya, Bunda. Assalamu’alaikum..." jawabnya.
Aku hanya menyuggingkan senyum, melihat pelita kecilku rajin ibadah.Serta merta Mataku berkaca-kaca saat teringat Ramadhan tahun lalu.

"Sayang, andai kau lihat Umar kita saat ini, dia lucu sekali," kata hatiku bicara.
Melayang pikiranku, mengingat setahun yang lalu di kamar ini. Namun segera kualihkan pikiran itu dengan segera berwudhu dan shalat.
Selesai berdo'a, entah kenapa pikiran yang tadi sempat melintas datang lagi.

"Sayang, aku rindu saat-saat itu." Lirihku lagi.
Kuraih Al Quran yang ada di dekatku. Sebelum sempat membacanya, seperti seolah tak sadar tiba-tiba aku telah bersandar di dinding ruangan dengan pipi yang basah dengan air mata.Pikiranku kembali bergulung ke masa itu...

"Andai kau ada di sini sayang, suami ku tercinta. Melihat tingkah Umar yang menggemaskan. Memegang pipinya yang tembam, dan elus rambutnya yang ikal. Ahh… Betapa bahagianya engkau. Andai Allah berikan kesempatan kita berkumpul kembali, menikmati lantunan suaramu saat kau jadi Imam kami, kau bacakan surat kesukaanmu, kau do’akan kami semua agar kami sehat selalu. Kau berikan tanganmu untuk kukecup tanda baktiku untukmu. Kau elus penuh cinta kepalaku dan Umar. Aku sungguh merindukan saat-saat itu"

"Bunda, kenapa menangis?" Umar seperti tiba-tiba sudah ada di sampingku.
"Bunda gak apa-apa kok, nak. Bunda cuma kangen sama ayahmu," sambil dikecupnya kening Umar yang baru pulang dari masjid.
"Bunda, emang ayah ke mana?" tanya Umar polos.
Air mataku kini sudah berurai, ku belai kepala kecil Umar.
"Ayah sudah berjumpa sama Allah, nak. Ia tersenyum di sana. Ayah titip pesan kalau Umar harus jaga Bunda. Kau mau ya, nak?"
"Mau, Bunda, mauuu" Bunda kesayangan Umar. Umar pastiii jagaa bunda,” sambil tersenyum riang Umar menjawab.
Tawa kecil pun meledak di malam sunyi itu.
“Ayo, nak. Mari kita tidur. Besok pagi-pagi kita temui Ayah. Umar harus janji sama ayah bakal jaga Bunda ya?"
“Iya, Bunda. Umar janji jaga Bunda,” mata Umar pun seraya tertutup. Dan tak tau entah kemana dia menghilang tanpa tanda.
"Masya Allah…" teriakku terbangun dari tidur. Tak terasa hampir tiga jam aku tertidur dengan bersandar. Didepanku Al quran yang belum sempat aku baca.

Aku telah bermimpi bertemu Umar dan suamiku.
"Allahu akbar…" tak terasa aku kembali meneteskan air mata.
Terkenang semua yang pernah terjadi malam itu, kecelakaan yang merengut kedua belahan jiwaku. Masih ingat olehku, bagaimana senyum manis Umar sebelum berangkat shalat ke masjid tadi. Masih ingat olehku, bagaimana suamiku mencium keningku sebelum aku berangkat tidur.
"Tuhan… jaga kedua belahan jiwaku didekapan Mu. Berilah mereka tempat yang lapang, ya Rabb. Kumpulkan mereka sebagai umatmu yang bertakwa. Tuhan… Kumpulkan kami kembali di JannahMu kelak. Aku rindu Umar, aku merindukan suamiku" do'aku lirih menutup qiyamul lail malam ini.

Bunda sayang kalian… Tunggu bunda ya..kita pasti akan bertemu kembali, sayang.
Kutenangkan jiwaku malam itu dengan membaca Al Quran yang tadi sempat kuniatkan untuk membacanya.

0 komentar:

Post a Comment